Powered By Blogger

Minggu, 19 Oktober 2008

WATAK MANUSIA INDONESIA


Indonsia Masih Berada Pada Tingkat Kemiskinan Yang Sangat Memprihatinkan,Angka Kemiskinan Menjadi Sebuah Big Problem Bagi Negeri Ini, ditengah kekayaan alam yang melimpah, kemiskian juga menjadi hal yang bersifat degeneratif, inilah wajah bangsa indonesia yang mengalami keterpurukan multidimensi. Kemiskinan merupakan hal yang terkadang genetic sehigga setiap harinya kemiskinan semakin bertambah.

Data BPS menyebutkan kemiskinan bertambah pada tahun 2006, tetapi beberapa tahun terakhir, kemiskinan yang tercatat semakin menurun, namun gejala kemiskinan di masyarakat justru semakin bertambah. What going on, apakah angka kemiskinan yang selama ini mengalami dilemma menjadi suatu hal yang dapat direkayasa karena kepentingan politik salah satu pihak ataukah parameter kemiskinan itu sendri yang telah sulit untuk ditentukan, Bahkan telah sulit untuk mendefenisiskan, disebabkan kemiskinan yang semakin dibawah garis.

Kemiskinan mugkin akan menjadi suatu kata yang kekal in our country, mengapa demikian? Maka jawabannya adalah watak yang dimiliki bangsa Indonesia adalah watak orang yang miskin, watak miskin tersebut telah terpatri secara genetic dalam tubuh masyarakat Indonesia. Watak miskin itu adalah watak instant, yang selalu menginginkan suatu hal tanpa usaha. Menggunakan hak kemiskinannya untuk menjadikan suatu modal usaha, dengan bangga mengatakan dirinya miskin untuk memperleh sumbangan, zakat ataupun BLT( bantuan langsung tunai). Inilah watak manusia Indonesia yang telah menjadikan indonesia sulit untuk melepaskan diri dari kemiskinan. Watak meminta tanpa ingin berusaha adalah kunci dari kemiskinan selama ini, disamping minat pendidikan yang kurang.

Beberapa hari yang lalau terjadi tragedy pasuruan yang menghilangkan 21 nyawa disebabkan antrian untuk memperoleh zakat dari salah satu orang kaya didaerah tersebut, sungguh miris hati ini melihat kejadian tersebut, mereka mengandalkan tampang yang lusuh, antrain sampai puluhan jam hanya untuk memperoleh uang Rp.30.000, inilah titik klimaks kemiskianan bangsa ini, watak meminta dalam diri masih tinggi, watak egois dan cenderung individual masih membelit erat, sehingga pada kejadian tersebut mereka rela mengorbankan orang lain untuk mencari suatu keuntungan, beberapa orang terinjak sampai mati, dan ada juga yang dirawat dirumah sakit karena antrian yang berdesakan.

Melihat fenomena diatas maka yang menjadi permasalahan yang pertama adalah indikasi tingginya watak pengemis dalam diri masyarakat indoensia, dan yang kedua adalah system zakat yang tidak lagi menunjang. Sehingga kepercayaan masyarakat akan amil zakat telah hilang karena budaya korupsi yang ada di Indonesia, yang ketiga adalah tingkat pendidikan yang kurang sehingga tiada inisiatif cemerlang dalam diri masyarakat Indonesia untuk melawan kemiskinan tersebut.

Mengenang tragedi pasuruan

(Nadiyah hansur)an_nadiyahbio@yahoo.com

REALITAS SEBUAH KEPEMIMPINAN

para pelaku:

  1. L (lurah)
  2. J (jagabaya)

pentas menggambarkan sebuah pendopo kelurahan. Malam hari itu lurah sedang berbincang-bincang dengan Jagabaya.

L: saya mesti tetap memikirkannya, Pak Jagabaya.esebagai seorang lurah, saya tidak akan berdiam diri menghadapi persoalan ini.

J: tapi maaf, Pak lurah, saya rasa tindakan pak lurah dalam menghadapi persoalan inikurang tegas. Maaf, Pak lurah cak-cek, kurang cepat.

L: memang, saya sadari saya kurang tegas dalam hal ini, ini saya sadari betul, pak jagabaya. Tapi tindakan saya yang kurang cepat ini sebetulnya bukan berarti apa-apa. Terus terang dalam menghadapi persoalan ini saya tidak mau grusa-grusu.

J: memang tidak perlu grusa-grusu, pak lurah.tapi tidak grusa-grusu bukan pula berarti diam saja hanya plompang-plompong menunggu berita. Pak lurah kan tinggal memberikan perintah atau izin kepada saya untuk memerintahkan pemuda desa kita untuk mengadakan ronda kampong tiap malam.

L: iya, saya tahu, dik, eh, pak jagabaya. Tapi dalam saat-saat terakhir ini pemuda desa kita sedang saya gembleng dalam mendalami kesenian. Pak jagabaya tahu dalam tempo satu bulan lagi bapak bupati akan meninjau desa kita. Saya sedang sedang mempersiapkan pemuda-pemuda desa kita untuk menyambutnya dengan acara-acara kesenian.saya mengerti benar tentang selera pak bupati. Dia adalah seorang pecinta kesenian dan ia akan bangga sekali jika tahu rombongan kesenian yang menyambutnya adalah pemuda dari desa kita. Kita akan mendapat pujian yang tinggi dan pak bupaqti akan selalu memperhatikan desa kita.

J: tapi apa artinya kita dapat pujian pak bupati jika kenyataannya desa kita sendiri malahan tidak aman? Walaupun pak bupati tidak tidak tahu, tapi yang merasakan terganggunya keamanan adalah penduduk desa kita, rakyat kita sendiri, pak lurah

L: berapa banyak penduduk yang menderita kerugian akibat gangguan maling itu? Dan bandingkan dengan pujian yang bakal kita terima. Bayangkan, pak jagabaya, seluruh penduduk desa kita akan ikut bangga dipuji oleh bapak bupati karena maju dalam dunia kesenian.

J: kalau pak lurah punya cita-cita semacam itu, ya, sudah. Akan lebih baik lagi Kalau semua rakyat di desa ini baik tua-muda, anak laki-laki dan perempuan dilatih saja karawitan, dilatih ketoprak. Semuanya dilatih kesenian!jangan cum apemuda-pemudanya tok, tapi semuanya, semuanya! Nggak usah mengurusi sawah dan lading atau ternak-ternak mereka……jadikan saja desa ini desa kesenian!

(mau pergi saking marahnya, tapi dicegah oleh pak lurah dan pak carik).

Cerita diatas menggambarkan sebuah kepemimpinan lurah yang menginginkan sebuah keuntungan untuk diri sendiri, inilah tipikal pemimpin yang banyak kita jumpai selama ini, kepemimpinan yang berasaskan kepentingan pribadi, mementingkan pujian yang dapat berdampak posistif bagi dirinya sendiri, ini dalah salah satu realitas yang ada dimasyarakat, tetapi terkadang kita sendiri kurang menyadari, bahkan terlena dengan keadaan tersebut. Tetapi dalam keterpurukan kepemimpinan tersebut ada saja jagabaya-jagabaya yang baru, yang memiliki idealisme dan prinsip dan bersedia berjuang untuk suatu yang terbaik bagi daerahnya.

Hadirnya seorang jagabaya dalam suatu realitas selalu ada tetapi kehadirannya terkadang terabaikan oleh suatu buaian keadaan, juga kehadirannya tidak langsung dirasakan oleh masyarakat. Inilah suatu perjaungan, perjuanga untuk mengangkat suatu kebenaran kepermukaan, karena sejatinya hidup adalah sebuah pengorbanan dan perjuangan. Namun terkadang idealisme tidak sejalan dengan realitas. Qulil al haq walau kana murran (katakana yang benar walaupuan pahit). ketika kebenaran itu ingin dinyatakan akan ada korban dari kenyatan tersebut, idealisme yanng dimiliki seseorang akan membawanya kepada suatu keterpurukan yang berkepanjangan, karena idialitas (baca kesemurnaan) itu sendiri tidak ada dimuka bumi ini. Yang ada hanyalah devolusi revolusi, dan evolusi . semua akan berubah berdasarkan masa namun keterpuruan itu dapat dielakkan ketika suatu sikap adaptif ada dalam diri para pejung kebenaran, sikap adapatif tersebut adalah sikap yang mampu meyesuikan diri dengan kondisi yang terjadi namun tidak kehilangan idealisme yang ia miliki, karena yang membedakan manusai dengan manusia yang lain adalah perasaan dan prinsip yang ia miliki. Janganlah pernah menjadi air yang melakoni kehidupan dengan apa adanya, dan jangan pula menjadi tanaman merambat yang melawan gravitasi, dimuka bumi ini, semua memiliki takaran tersendiri, hadapilah semua dengan apa adanya, karena kemenangan ada pada strategi bukan hanya dalam kata perlawanan.


Menikah” sebuah tantangan bagi kaum pria”
Biarkanalah pengalama yang mengajarkan
Jangan pernah melarang seseorang untuk mencari pengalaman
Tetapi berikanlah pengalaman yang kamu miliki sebagai pertimbangan kepada seseorang dalam mengambil keputusan untuk mencari pengalaman tersebut
Hal ini juga dapat diaplikasikan dalam persoalan Pacaran
Pacaran adalah sebuah hal yang fatamorgana
Para musafir mengetahui bahwa fatamorgana adalah sesuatu yang ilusi
Tetapi terkadang para musafir lain yang belum mengetahui ingin mendekati fatamorgana tersebut, dan mengiranya air yang akan menghilangkan dahaga
Tetapi ternyata justru menghadirkan sebuah penyesalan dalam kesia-siaan.
Ketika ini terjadi, maka tugas musafir untuk membagikan pengalaman tersebut sehingga musafir lain tidak lagi tertipu oleh fatamorgana tersebut dalam hal ini adalah sebuah kata
“Pacaran”
Ilmu biologi mmbenarkan bahwa menunda waktu pernikahan adalah sebuah kesia-siaan, Menurunnya fungsi metabolisme dalam tubuh ketika umur bertambah, menyebabkan stabilitas sperma juga menurun yang menyebabkan inproduktif. Hal ini juga peringatkan dalam alqur’an ”Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan.Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. 24:32). Mungkin sebuah ghasawul fikr ataukah sebuah ketakutan tercokol dalam diri pria pada masa kini, yang menjadi jawaban mereka mengapa tidak menikah hanya satu yaitu ketidak mampuannya untuk menafkahi istrinya, padahal reski diatur oleh allah, bukanlah mereka yang memberi reski kepada istrinya tetapi allah lah yang memberi reski. Memang sangat menghawatirkan bahwa sikap kelaki-lakian dari sebagain pria tidak lagi nampak, mereka takut dengan realitas kehidupan yang membutuhkan biaya tinggi, tetapi mereka juga tidak menyadari segala potensi diri yang tersembunyi yang dapat menjadi acuan untuk mencapai tangga-tagga reski allah. Sehingga alasan ketidakmampuan adalah suatu kata menyerah dari lelaki yang tidak jantan. Realitas kehiduapn harus dihadapai tetapi yang menjadi permasalahan adalah bagaimana realitas itu dihadapi coy

”gitu aja kok repot”
an_nadiyahbio@yahoo.com

GAP SEBUAH IDEALISME

GAP SEBUAH IDEALISME

Menatap keadaan yang terjadi di masyarakat, sungguh ironis dengan segala ketimpangan yang terjadi, sebuah realitas yang sangat bertentangan dengan sebuah idealitas yang selama ini dibangun, dengan berbagai peristiwa yang terjadi di masyarakat telah memberi informasi bahwa stabilitas masyarakat sungguh memprihatinkan.
Tayangan televisi membuat hati miris melihat kondisi kemiskinan yang semakin meningkat, peristiwa demi peristiwa yang diluar rasio kita bahkan terjadi. Pemerkosaan oleh ayah sendiri, pembunuhan oleh kakak kandung sendiri, kematian disebabkan alas an kemiskinan bukanlah hal yang tabu lagi. Mungkin peristiwa tersebut beberapa hari yang lalu disaksikan hanya dilayar televise tetapi kini tayangan itu dapat disaksikan langsung di dekat kita dilokasi yang kita tempati. Hal ini mungkin sebuah implikasi kecanggihan tekhnologi yang telah mampu mempublikasikan peristiwa ataukah memang keterpurukan itu telah menjadi sebuah realitas dari sebuah keadaan yang semakin mencekik. Salah satu yang menjadi sumber masalah adalah kemiskinan dan moral masyarakat, dimasyarakatlah sebuah realitas politik yang berasaskan kepentingan. semua dapat dilakukan ketika itu dapat menguntungkan mereka, walau keuntungan itu terkadang didasari oleh simbiosis parasitisme, dan melupakan kerjasama yang berasaskan mutualisme. Inilah yang menjadikan sebuah perbedaan dengan dunia kampus yang memiliki tingkat idealitas yang tinggi.
Didunia kampus yang selama ini menjadi dunia yang memiliki signifikansi tinggi hanya menjadi sebuah bagian dunia masyarakat. Dunia mahasiswa dan dunia masyarakat memiliki perbedaan, dunia kampus dapat dengan mudah direkayasa dengan cara mencocokan lingkungan yang sesuai dengan kondisi intelektual mahasiswa, hal ini disebablan dunia mahasiswa masih bersifat homogen, sedangkan dunia masyarakat sangat heterogen, sehingga idealisme yang biasanya terbangun dalam dunia kampus luluh lantak dengan kondisi yang tidak bersahabat di masyarakat. Kesempurnaan (idealitas) memang tidak ada, yang ada hanya limit mendekati kesempunaan. Hal ini jugalah yang menyeabkan sebagaian mahasiswa memilih untuk terus berada ditataran kampus, ataukah melepuhkan idealismenya ketika berada dimasyarakat.
Dibutuhkan suatu sikap yang peka terhadap lingkungan, sehingga keadaan tersebut tidak menyebabkan hal yang negative dalam sikap kita memsayarakatkan diri. Hal ini dapat dilatih dengan membiasakan diri untuk tetap dapat berinteraksi dengan kondisi masyarakat, mau tidak mau, suka ataupun tidak suka, kita adalah bagian dari masyarakat yang integral, walaupun itu mahasiswa, wakil rakyat ataupun pegawai negeri adalah bagian dari masyarakat yang harus bisa mengambil bagian dalam proses membangun idealitas yang diharapkan. Bukan justru menjauh ataukan justru melepuh oleh keadaan yang jauh dari realitas.
20 agustus 2008
(Nadiyah hansur)an_nadiyahbio@yahoo.com